Keluarga Mantan Pangkostrad Letjen (Purn) Kemal Idris Diduga Jadi Korban Mafia Tanah

oleh
oleh
Ketua Majelis Hakim PN Jaksel Muhammad Ramdes dan Panitera, Puji, saat melakukan Sidang Pemeriksaan Setempat (SPS) di Jl. Duta Indah I No. 1, Pondok Pinang, Jakarta Selatan.(Foto: Istimewa)

JAKARTA, GESANEWS.ID – Keluarga mantan Panglima Komando Strategis Angkatan Darat (Pangkostrad) Letnan Jenderal (Purn) Kemal Idris diduga menjadi korban mafia tanah. Rumah warisan yang terletak di Jl. Duta Indah I No. 1, Pondok Pinang, Jakarta Selatan, kini dikuasai oleh pihak lain.

Kedua anak almarhum Letjen (Purn) Kemal Idris, yaitu Firrouz Muzzaffar Idris dan Anggreswari Ratna Kemalawati sebagai ahli waris, merasa tidak pernah menandatangani kesepakatan dengan pihak yang saat ini menguasai aset seluas 1.061 m2 tersebut. Peristiwa ini dimulai ketika kedua anak tersebut hendak menjual rumah tersebut pada tahun 2017.

Melalui perantara pegawai agen properti Firly Amalia, rumah tersebut direncanakan akan dibeli oleh Rio Febrian. Pada tanggal 18 Oktober 2017, Sertifikat Hak Milik No. 192 milik Firrouz dan Anggreswari, serta dokumen lainnya, diserahkan ke kantor Notaris RA. Mahyasari A. Notonagoro di Jalan Radio IV No. 1 Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.

“Rio yang menunjuk notaris tersebut. Di sana, saya meminjamkan KTP saya, lalu dibawa ke ruangan, dan kemudian dikembalikan. Saya tidak ikut masuk ke ruangan. Setelah itu, sertifikat rumah dibawa ke ruangan,” ujar Anggreswari di kediaman almarhum ayahnya pada Senin (22/5).

Kemudian, sertifikat tersebut ditahan dengan alasan untuk memeriksa statusnya di kantor Badan Pertanahan Nasional Jakarta Selatan. Anggreswari yang datang bersama sepupunya hanya diberikan tanda terima yang ditandatangani oleh pegawai Notaris RA Mahyasari bernama Jamilah.

“Saya mengatakan bahwa jika Mahyasari tidak ada, lebih baik saya membawa pulang sertifikatnya terlebih dahulu. Namun, Rio dan Firly meyakinkan bahwa sertifikat tersebut aman. Hanya dipinjam untuk diperiksa di Badan Pertanahan Nasional,” ungkap Anggreswari.

Kemudian, pada tanggal 3 November, Anggreswari bertemu dengan Rio di Victoria Cafe Pondok Indah II untuk menandatangani perjanjian jual beli. Harga yang disepakati adalah Rp 38 miliar. Penandatanganan dilakukan secara diam-diam tanpa akta notaris. Alasannya, sertifikat masih belum atas nama ahli waris, melainkan masih atas nama ibu mereka, yaitu almarhumah Herwi Nur Bandiani, istri Kemal Idris. “Bapak selalu menggunakan nama ibu untuk aset tersebut,” ungkap Anggreswari.

Selanjutnya, pada tanggal 9 November 2017, Anggreswari dan Firrouz bertemu kembali dengan Rio di Plaza Indonesia. Di sana, Rio mentransfer uang sebesar Rp 500 juta sebagai tanda keseriusannya sebagai pembeli. Namun, setelah pertemuan tersebut, tidak ada kabar lanjutan mengenai transaksi jual beli tersebut dari pihak Rio.

Pada tanggal 27 Desember 2017, tiba-tiba ada seseorang yang datang dan mengklaim telah membeli rumah milik Letjen (Purn) Kemal Idris tersebut. “Padahal kami, para ahli waris, belum pernah menandatangani akta jual beli atau surat apapun di notaris, dan hanya menitipkan Sertifikat Hak Milik kepada Notaris RA. Mahyasari A. Notonagoro,” ujar Anggreswari, yang juga didampingi oleh Firrouz dalam sesi wawancara.

Pada hari itu juga, para ahli waris mendatangi kantor Notaris Mahyasari untuk menanyakan hal tersebut, namun kantor notaris tersebut tutup karena libur akhir tahun. Anggreswari kemudian kembali ke kantor Notaris Mahyasari pada tanggal 4 Januari 2018 untuk mengambil sertifikat yang telah dititipkan sekaligus membatalkan rencana perjanjian jual beli dengan Rio Febrian. Namun, Mahyasari menolak dengan alasan bahwa telah dibuat Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) dengan PT. Capital Investasi Artha, dengan nomor PPJB No. 6 tanggal 6 November 2017.

Dalam PPJB tersebut, disebutkan bahwa PT. Capital Investasi Artha membeli rumah tersebut dengan harga Rp 12 miliar. “Padahal saya dan kakak saya tidak pernah bertemu dengan Notaris RA. Mahyasari dan PT. Capital Investasi Artha untuk menandatangani perjanjian apapun. Kami bahkan tidak menerima uang sepeser pun,” tegas Anggreswari.

PT. Capital kemudian mengirimkan somasi kepada Anggreswari pada tanggal 7 Februari 2018 dan memerintahkannya untuk mengosongkan rumah tersebut. Namun, Anggreswari menolak karena merasa tidak pernah menandatangani kesepakatan dengan perusahaan tersebut. Di sisi lain, PT. Capital melaporkan Rio Febrian dan atasannya, Erwin Sugiharto, ke polisi atas tuduhan penipuan.

Pada tahun 2019, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menjatuhkan vonis 4 tahun penjara dan denda sebesar Rp 5 miliar dengan kurungan dua bulan sebagai subsider kepada Rio Febrian. “Hakim juga memerintahkan Jaksa Penuntut Umum untuk mengembalikan sertifikat kami dari Notaris RA. Mahyasari. Namun, hingga saat ini, sudah lima tahun berlalu, sertifikat tersebut belum dikembalikan,” ungkap Anggreswari.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *