BATANG, POJOKBACA.ID – Ketua Umum MUI Kabupaten Batang, KH Zaenul Iroki, menyampaikan pandangannya mengenai aksi-aksi demonstrasi. Ia mengatakan bahwa kata “demonstrasi” secara sadar maupun tidak, sering kali menciptakan asosiasi negatif di benak kita.
“Hal ini dikarenakan sering terjadi tindakan yang berimbas menganggu ketertiban umum dan bahkan ada yang sampai anarkis. Demonstrasi umumnya digunakan sebagai bentuk kritik terhadap kebijakan pemerintah,” ujarnya, Minggu (08/7/2023).
Menurutnya, demonstrasi menjadi cara bagi orang-orang yang merasa terpinggirkan untuk menyuarakan aspirasi mereka kepada pihak yang berkuasa. Bahkan, ia menyebut bahwa demonstrasi merupakan salah satu cara paling efektif untuk menyuarakan kebenaran yang menjadi pengalaman universal bagi manusia di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia.
“Dalam konteks Indonesia, demonstrasi seringkali ditandai dengan kemacetan lalu lintas dan kerusakan yang terjadi. Tidak hanya itu, demonstrasi juga kerap kali diiringi oleh luapan emosi, kemarahan, keegoisan, dan bahkan mungkin dendam. Ciri-ciri semacam ini dapat ditelusuri sejak terjadinya aksi mahasiswa di seluruh Indonesia pada masa penurunan Presiden Soeharto pada tahun 1998,” tandasnya.
Sejak saat itu, menurutnya, demonstrasi telah menjadi kejadian yang menghiasi berita sehari-hari masyarakat Indonesia, termasuk yang terjadi di Kabupaten Batang, Jawa Tengah. Saat ini, Forkopimda Kabupaten Batang sudah melakukan berbagai upaya untuk mencarikan solusi dengan adanya serangkaian aksi unjuk rasa warga terdampak pembangunan PLTU Batang yang menuntut kesetaraan harga.
Menurut catatan, sudah terjadi sebanyak 53 kali demonstrasi dengan tuntutan yang sama. Meskipun Forkopimda telah melakukan upaya mediasi dan memberikan saran agar warga menempuh jalur hukum untuk memperoleh kepastian terkait tuntutan mereka, namun sayangnya saran tersebut tidak pernah dilaksanakan dan warga memilih untuk turun ke jalan.
“Meski demo diperbolehkan, tapi tidak etis jika dilakukan dengan memaksakan kehendak. Jika tuntuntan mereka sudah diakomodir bahkan Pemerintah sudah memfasilitasi, harusnya masyarakat bisa berifikir jernih. Istilah bahasa Jawa “Jangan Sak Karepe Dewe” atau semaunya sendiri,” tegasnya.
Mengenai makna kata “demonstrasi”, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1997), demonstrasi adalah pernyataan protes yang dilakukan secara massal, baik itu ditujukan kepada individu, kelompok, maupun pemerintahan. Dalam konteks bahasa Arab, Faizin Muhith, seorang mahasiswa pascasarjana di Universitas Al-Azhar dan Mufti di Darul Ifta’ Mesir, menjelaskan bahwa kata “demonstrasi” dalam bahasa Arab dapat diterjemahkan sebagai “muzhaharat” (demonstrasi) dan “masirah” (long march).